Karya : Pulo Lasman Simanjuntak
1
Sungguh Tuhan Yesus,
sore ini-
kotaku masih dibasahi derasnya hujan tangisan;
tersembunyi empat belas hari-
tanpa upacara pemakaman
serta nyanyian ratapan
hanya dari jauh keramaian kuburan
kusebut nama Tuhan dalam Kitab Mazmur (pasal 91)
yang berkumur dengan ribuan binatang liar.
2
Kulihat lagi dengan kesedihan (ada amarah !)
240 peti mayat sudah terbungkus
kulitnya makin hitam
terbaring lurus-
memanjang dimasukkan ke liang lahat-
semoga malaikat Tuhan
memberikan penghiburan
berlaksa-laksa puisi yang kutulis
tanpa nisan.
Taman yang dulu subur
kini ditumbuhi pohon dan semak mengerikan
turun ke dalam dunia orang mati
yang terpapar sunyi
angin meditasi
membatu
terinfeksi paru-paru puisiku
tanpa pengaman
dilawannya bau maut.
3
Virus liar ini
terbang bak rajawali
dari kota tirai bambu menuju negeriku
yang telah porak- poranda
oleh doa dan airmata
jeritan pilu dari rumah duka.
Oh, Tuhan Yesus
tak mampu lagi
kujalin kata-kata rohani.
Inikah masa kesesakan yang belum pernah terjadi? tanya puisiku sambil memeluk Kitab Suci.
4
Tuhan Yesus
Inilah saatnya kami telah menyerah!
kedua tanganku yang makin mengecil
kuangkat setinggi-tingginya
sampai menuju ke atap langit.
Doa berantai ini telah jadi saksi :
kami minta pengampunan dosa-
seperti Tuhan telah memberikan pengampunan
kepada bangsa Ibrani
dan kepada seluruh bangsa kami
umat Allah yang tersisa
menunggu jawaban yang pasti.
5
Akhirnya, puisi ini mau berdoa
supaya tak lagi virus dosa ini
bersetubuh dengan penyakit menular
dari mulut, hidung, sampai mata.
6
Puisiku tiba-tiba sesak nafas
diselimuti selang infus dan tabung udara
rumah sakit bertingkat-tingkat
sampai rinduku kembali bermeditasi
di rumah Tuhan yang kutinggalkan tiga bulan.
Puisi ini kembali kusalin di ruang tamu
cuci tangan, lepas masker
baca Firman Tuhan (Yakobus 5 :16)
memuji Tuhan, berdoa lagi,
selesai-amin-.
Pamulang, Rabu sore , 8 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar