JAKARTA- Pertunjukan bertajuk “Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis” adalah suatu pentas yang mengusung semangat revitalisasi dan penggalian tari Jawa klasik gaya Surakarta. 
Pada pementasan yang telah berlangsung di ruang serbaguna lantai 4 Gedung Baru Perpustakaan Nasional di Jln.Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu siang (26/10/2025) disajikan tari Bedhaya Gandrungmanis yang didasari pada proses penelitian disertasi Naufal Anggito Yudhistira di Universitas Indonesia terkait Bedhaya Gandrungmanis yang telah punah. 
Pementasan ini melibatkan berbagai penari dan pengrawit muda yang berdomisili di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Pementasan ini menjadi bagian dari upaya penelitian lapangan sekaligus mewujudkan salah satu kekayaan tari klasik gaya Surakarta yang telah hilang," ujar kandidat Doktor Naufal Anggito Yudhistira  di Jakarta, Selasa pagi (28/10/2025).
Tari Bedhaya Gandrungmanis -yang telah dipentaskan pada tanggal 26 Oktober 2025 ini- digali berdasarkan keterangan berbagai naskah kuno. 
"Teks sindhenan yang dinyanyikan diambil dari 6 naskah kuno berbeda koleksi Keraton Surakarta, Perpustakaan Pusat UI, dan Pura Mangkunegaran," kata Naufal Anggito Yudhistira, yang sedang mengambil program doktoral ilmu susastera Fakultas Ilmu Budaya universitas Indonesia (UI) ini.
Adapun gerakan tari Bedhaya Gandrungmanis dirangkai kembali berdasarkan Serat Ater-ater Beksa Badhaya tuwin Sarimpi dan keterangan lisan dari GKR Wandansari Koes Moertiyah. 
Pertunjukan yang Utuh
Berbagai sumber yang telah dikumpulkan turut diramu dan disesuaikan agar menjadi suatu pertunjukan yang utuh. Bedhaya Gandrungmanis dalam pementasan ini disajikan dengan durasi sekitar 40 menit menggunakan properti pistol.
Bedhaya Gandrungmanis dibusanai dengan dodot klembrehan bermotif Semen Latar Ukel dengan warna coklat kayu. 
Kain samparan yang digunakan penari memakai motif Parang Parikesit yang cenderung berwarna putih gading. 
Penari memakai sampur atau selendang berwarna kuning keemasan. Busana yang digunakan berpadu dengan perhiasan bernuansa keemasan yang anggun dan sederhana.
 Busana yang digunakan ini dipadukan dengan maksud menghasilkan suasana agung, anggun, kalem, sekaligus serba manis. 
Koreografi dari Bedhaya Gandrungmanis cenderung menghadirkan gerakan stilistik-abstrak yang selaras dengan suasana musiknya.
Sepanjang tarian, tampak suasana musik dan gerak didominasi nuansa syahdu, anggun, romantis, sekaligus agung. 
Tari yang dibagi dalam dua babak ini diawali dengan prosesi masuknya penari atau yang disebut dengan kapang-kapang.
 Bagian ini diiringi dengan Pathetan Wantah Pelog Barang. Babak pertama memuat berbagai gerakan pakem Bedhaya sebagaimana tari Bedhaya lain, seperti gerak sembahan, nikel warti, laras, pendhapan asta, manglung, jeplak-jeplak, dan lain sebagainya. 
Babak pertama ini diiringi dengan komposisi Gendhing Gandrungmanis dan Ladrang Kuwung.
 Babak kedua tari Bedhaya Gandrungmanis memuat berbagai adegan penting seperti perang dengan senjata pistol dan koreografi batak moncol.
 Koreografi batak moncol ini memuat gerakan khas yang disebut laras nangis. Bagian ini diiringi dengan komposisi Ketawang Playon yang bernuansa agung, haru, sekaligus romantis. 
Penutup dari Bedhaya Gandrungmanis dibesut ulang dengan gerakan kapang-kapang memakai kipas dengan iringan Ladrang Bima Kurdha. (Lasman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar