Jakarta, BeritaRayaOnline,-Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian,Suwandi, saat dihubungi di Jakarta, (22/10/2018), menyebut setidaknya terdapat 21 importir yang sampai saat ini belum melaksanakan ketentuan wajib tanam dan memproduksi 5% dari pengajuan rekomendasi impor 2017.
Selain itu, pihaknya juga menemukan indikasi pengiriman benih palsu oleh penyedia untuk kegiatan pengembangan kawasan bawang putih di 3 kabupaten di Sumatera dan Jawa.
“Ini sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, untuk mencapai swasembada bawang putih 2021, agar jangan main main dalam melaksanakan program, baik APBN maupun wajib tanam importir,” ujarnya.
Menurut Suwandi, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan surat teguran keras kepada 21 importir yang memperoleh RIPH 2017 dan bahkan sudah terbit SPI dari Kementerian Perdagangan, tapi terindikasi tidak beritikad menyelesaikan kewajiban tanam pasca dikeluarkan rekomendasi impornya. Jika sampai batas waktu 31 Desember 2018, tidak ada respons positif, pihaknya tak segan-segan mengambil tindakan tegas.
“Dalam berbagai kesempatan, kami sudah coba ajak dan undang para importir tersebut untuk hadir. Setidaknya sudah 3 kali kami undang, yaitu saat pertemuan di Semarang, lalu di Yogyakarta dan terakhir di Kantor Ditjen Hortikultura Jakarta 18 September 2018. Namun, sepertinya tidak ada respons dan itikad baik dari para importir tersebut,” ujar Suwandi.
“Kami sudah layangkan surat teguran keras kepada 21 importir tersebut. Untuk selanjutnya instansi terkait yang mengundang mereka.Yang pasti kami tidak akan menerbitkan kembali rekomendasi impor terhadap importir yang mangkir dari wajib tanamnya,” tegas Suwandi, Dirjen Hortikultura.
Ketentuan mengenai wajib tanam bagi importir bawang putih telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (permentan) Nomor 38 Tahun 2017 juncto 24 Tahun 2018 tentang RIPH. Di dalam permentan tersebut diatur mengenai sanksi ketika pelaku usaha tidak melakukan wajib tanam dikenakan sanksi tidak diberikan RIPH bahkan jika dilakukan 2 kali berturut-turut (2017-2018), tidak diberikan RIPH selama 2 tahun.
Sementara itu, terkait indikasi pemalsuan benih, Suwandi mengaku telah melakukan uji DNA terhadap sampel benih yang ditanam petani di tiga kabupaten.
“Hasilnya, DNA sampel benih yang ditanam, tidak sesuai dengan DNA pembandingnya. Contoh satu kabupaten di Jawa, dalam kontrak pengadaan disebutkan varietas Lumbu Putih, ternyata begitu di tes DNA berbeda sama sekali, bahkan terindikasi yang dikirim adalah bawang putih konsumsi. Demikian juga dua kabupaten di Sumatera, yang dijanjikan akan dikirim benih varietas Lumbu Hijau ternyata begitu kami cek DNA nya berbeda,” jelasnya.
“Kalau hal-hal begitu dibiarkan, berpotensi menimbulkan kerugian negara, dan yang lebih memprihatinkan lagi kalau sampai membuat petani putus asa tidak mau menanam lagi,” imbuhnya geram.
Menyikapi hasil pengujian DNA tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura dengan cepat melayangkan surat kepada dinas pertanian tiga kabupaten agar segera mengevaluasi seluruh proses pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan bawang putih.
Selanjutnya pihak penyedia yang terbukti melakukan wanprestasi pelanggaran kontrak kesepakatan dengan mengirimkan benih yang tidak sesuai spesifikasi diminta agar secepatnya bertanggungjawab.
“Jika penyedia tidak bisa mempertanggungjawabkan, dalam waktu dekat akan diajukan proses secara hukum,” pungkas Suwandi.(**)
Editor :Lasman Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar