Kamis, 19 September 2019

Kepala BPPSDMP Kementan Launching SIMURP

Depok, BeritaRayaOnline,- Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengatakan, infrastruktur, inovasi teknolovi, dan SDM yang handal, merupakan pengingkit produksi dan produktivitas pertanian dan proyek SIMURP akan mengangkat tiga pengungkit tersebut. Tujuan pengembangan irigasi petanian yaitu untuk meningkatkan produkrivitas indeks pertanamanan dari 100 menjadi 200, 300 bahkan 400. "Irigasi dapat mengungkit produktivitas persatuan waktu, meningkatkan persatuan luas. Karena keutuhan hidup tanaman afalah oksigen dan air.

Dedi Nusyamsi menambahkan, Inovasi teknologi bisa meningkatkan produkrivitas persatuan waktu. Dengan menggunakan varietas yang unggul, wajtunya lebih pendek dan hasilnya lebih meningkat. Inovaai teknologi pasti akan mengurangi biaya produksi. Penggunaan alsintan dapat mengirangi biaya produksi dan tenaga kerja. "Kalau produktivitas tinggi karena memakai infrastruktur dan inovasi tinggi, maka hasilnya akan mendapatkan komoditaa yang punya daya saing, aehingga untuk mencapai lumbung pangan dunia bisa tercapai", tambahnya.

Kunci keberhasilan SIMURP menurutnya adalah kerjasmaa dan sinergitaa dari seluruh pelaku proyek dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Karena kalau salah satinya tidak ada kerjasama yang baik, maka SIMURP akan sia-sia.

Dedi Nusyamsi mengingatkan, bila ingin proyek SIMURP berhasil, maka harus kerjasama dengan baik, apalagi mekanisme pembiayaannya melakui on granting yang sangat membutuhkan partisipasi dari dinas pertanian provinsi dan kabuoaten/kota.

  Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Leli Nuryati mengatakan, tujuan dari proyek SIMURP adalah optimalisasi dan modernisasi layanan sistem irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan dengan target luasnareal 275.000 hektar yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas padi dan komoditas pertanian lainnnya. Dirinya juga menambahkan, proyek SIMURP akan dilakukan mulai 2019-2024 di 8 provinsi dan 16 kabupaten.
Leli Nuryati mengungkapkan kegiatan yang akan dilakukan yaitu rehabilitasi irigasi dan drainase mendesak, rehabilitasi sistem irigasi dan drainase mendesak, dan jasa manajemen proyek dan konsultasi. "Pusluhtan sendiri fokus pada kegiatan cilane smart agriculture atau pertanian cetdas iklim. Hal teraebut untuk mengajarkan budidaya pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim, mengurangi resiko gagal panen, mengurangi emisi gas rumah kaca swrta meningkatkan pendapatan petani", tambahnya.

Teknologi smart agriculture dijamin akan berlanjut, karena inovasi ini menurutnya adaktif terhadap perubahan iklim.
"Kita sudah masuk di era perubahan iklim, cirinya peningkatan suhu global, peningkatan permukaan air laut, intensitas dan kualitas anomali iklim elnino atau la nina meningkat, "Perubahan iklim dan emisi gas kaca dan pemanasan global itu harus dihindari, caranya dengan pengairan yang tidak tergenang yang membuat aktifitas mikroba tumbuh pesat dan mengurangi gas rumah kaca. Yang paling penting lagi bagaimana SDM dapat memelihara jaringan irigasi secara manfaatnya maksimal sehingga umurnya lama", Tegas Dedi Nursyamsi.
 Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan proyek Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) untuk mengoptimalisasi dan memodernisais sistem layanan irigasi.
Pendanaan proyek tersebut berasal dari Loan Agreement (Perjanjulian Utang) antara Pemerintah Indoensia dengan Bank Dubia dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB).
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengungkapkan, proyek ini bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan produktivitas per satuan waktu (indeks pertanaman) dan produktivitas per satuan luas. Iirigasi berpengaruh terhadap lebih dari 40% produksi pertanian.
"Jadi dengan perbaikan infrastruktur irigasi, indeks pertanaman dapat ditingkatkan dari 1 kali menjadi 2 kali. Dari Indeks pertanaman 100% menjadi 200%, bahkan 300%. Luar biasa peningkatannya berlipat-lipat," ungkapnya.
Tekait penyuluhan pertanian, BPPSDMP fokus pada penggumaam teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) atau pertanian cerdas iklim. Dedi menjelaskan, kegiatan tersebut adaptif terhadap perubahan iklim. Teknologi tersebut juga dapat mengurangi emisi gas metan yang merupakan gas rumah kaca (GRK).
Dalam teknologi CSA, penggunaan air irigasi dapat dihemat melalui irigasi terputus (intermittent irrigation) yang sawahnya tidak selalu tergenang dan penggenangan sawah secara macak-macak.
"Kalau tanaman tinggi enggak perlu digenangi. Meng-induce [memacu] dekomposisi bahan organik tinggi, pelepasan hara tinggi, asam-asam organaik release [lepas], sehingga produktivitas tanaman meningkat," ujarnya.
Proyek SIMURP dilaksanakan di 13 daerah irigasi dan 2 daerah rawa di 8 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kaimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tebggara Barat serta 16 kabupaten seperti Serdang Bedagai, Deli Serdang, Banyuasin, Indramayu, Cirebon, Karawang, Subang, Purworejo, Purbakingga, Banjarnegara, Jember, Katingan, Bone, Takalar, Pangkajene Kepulauan, dan Lombok Tengah.
Luas yang dicakup dalam proyek ini 276.000 hektare dimulai pada tahun 2029-2024. Proyek.dimulai dengan pelaksanaan Training of Master (ToM) bagi para petugas yang berasal dari dosen Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan), widyaiswaea, penyuluh pertanian provinsi, dan penyuluh pertanian pusat.
"Rehabilitasi [irigasi] sudah. Sekarang yang sedang dilakukan adalah aktivitas CSA-nya mulai dari sosialsasi, dilanjutkan dengan ToT (Training of Trainer), kemudian ToF (Training of Farmer)," ungkapnya.

Kegiatan CSA bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, mengajarkan petani dan penyuluh pertanian budidaya pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim
TABLOIDSINARTANI.COM, Depok---Kementerian Pertanian melalui Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) menetapkan 15 daerah di 16 kabupaten pada delapan provinsi menjadi lokasi proyek SIMURP (Strategic Irrigation Modernisasi on and Urgent Rehabilitation Project). Dengan adanya proyek ini daerah bisa melakukan pertanian yang cerdas iklim.
Dari 15 daerah tersebut berlokasi di 13 daerah irigasi dan dua daerah rawa. Ke-15 daerah itu berada di delapan provinsi yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Dari delapan provinsi itu berlokasi di 16 kabupaten yaitu Serdang Bedagai, Deli Serdang, Banyuasin, Indramayu, Cirebon, Karawang, Subang, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara, Jember, Katingan, Bone, Takalar, Pangkajene Kepulauan, dan Lombok Tengah.
Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengatakan, dalam kegiatan SIMURP ini, pihaknya fokus dalam kegiatan CSA (Climate Smart Agriculture) atau Pertanian Cerdas Iklim. Kegiatan CSA bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, mengajarkan petani dan penyuluh pertanian budidaya pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim.
Selain, mengurangi resiko gagal panen, mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), serta meningkatkan pendapatan petani, khususnya di daerah irigasi proyek SIMURP. "Dengan perbaikan irigasi akan meningkatkan produktivitas pertanian persatuan waktu. Dalam arti indeks pertanaman yang semula hanya 100, bisa naik jadi 200, bahkan 300," katanya di sela-sela Launching Proyek SIMURP di Depok, Kamis (19/9).
Dengan adanya perbaikan irigasi, Dedi mengatakan, juga akan ada peninhkayan produktivitas persatuan luas. Dalam hal ini produktivitas tanaman yang sebelumnya hanya 4-5 ton/ha naik menjadi 7-8 ton/ha, karena terjamin kecukupan air untuk tanaman.
Dalam proyek SIMURP lanjut Dedi, juga akan memasukkan inovasi teknologi. Khususnya teknologi dalam menghadapi perubahan iklim dengan kegiatan CSA. Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah memperkenalkan teknologi budidaya untuk adaptasi perubahan iklim. Misalnya, benih padi berumur genjah tahan kekeringan, teknologi budidaya Jarwo super, pemupukan berimbang  dan hemat dan teknologi hemat air lainnya.
"Kita ketahui semua, perubahan iklim menyebabkan El Nino dan La Nina berkepanjangan. Kita rasakan jika sebelumnya La Nina berlangsung 10 tahun sekali, sekarang bisa 3 tahun sekali. Musim kemarau juga kita rasakan lebih panjang," ungkapnya.
Faktor SDM
Hal lain yang penting lagi dalam proyek SIMURP menurut Dedi adalah faktor SDM pertanian, baik penyuluh, petani dan stakeholder pertanian lainnya. Diharapkan ke depan dengan adanya perbaikan irigasi, petani juga bisa merawat  jaringan irigasi agar bisa berumur lebih lama.
"Kegiatan dalam SIMURP ini menggarap tiga faktor tersebut.  Infrastukturnya, inovasi dan SDM pertanian, termasuk petani sebagai pelaksana pertanian. Jadi tujuan SIMURP tidak lepas dari tiga komponen itu yang akan meningkatkan produktivitas pertanian," tuturnya.
Dedi mengatakan, SIMURP merupakan proyek yang bersumber dari Loan Agreement antara Pemerintah Indonesia dengan World Bank dan Asian Infrastructur Bank (AIIB). Dalam pengelolaannya dilakukan lintas kementerian dan lembaga yakni Bappenas, Kementrian PUPR, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertanian.
Tujuan dari proyek SIMURP adalah optimalisasi dan modernisasi layanan sistem irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Target luas arealnya sekitar 276.000 ha di delapan provinsi.
Sementara itu Kepala Pusat Penyuluhan, BPPSDMP, Leli Nuryati mengatakan, proyek SIMURP ini tidak lepas dari  upaya pemerintah dalam mitigasi  perubahan iklim global yang berdampak nyata pada pertanian. Misalnya adanya kenaikan suhu udara dan pola hujan yang makin tidak menentu. "Perubahan itu mempengaruhi budidaya dan teknologi terapan pertanian," katanya.
Proyek SIMURP ini akan dimulai tahun 2019 hingga 2024. Tahun ini akan dimulai pelaksanaan Training of Master bagi petugas yang berasal dari berbagai profesi antara lain disebabkan dari Polbangtan, Widyaiswara, penyuluh pertanian provinsi dan pusat.
Sedangkan tahun 2020, kegiatan akan dilanjutkan yakni training of trainer (TOT), training of Farmer teknologi berbasis CSA, dukungan penerapan teknologi CSA Padi dan non padi. "Kita juga akan melakukan penguatan Balai Penyuluh Pertanian berbasis CSA dan pengembangan produk dan jejaring pasar," katanya.
 
 
(Swadayaonline.com/Gatra.com/tabloidsinartani.com)