Senin, 05 Agustus 2019

Kurangi Kepadatan di Simpang Susun Cawang, Jasa Marga Lakukan Uji Coba Relokasi Pintu Masuk Contraflow ke Km. 0+200 Halim*

Jakarta,BeritaRayaOnline,-Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, serta sebagai salah satu upaya mengurangi potensi kepadatan di Simpang Susun (SS) Cawang, Jasa Marga Regional JabotabekJabar bekerjasama dengan Kepolisian akan melakukan uji coba rekayasa lalu lintas dengan merelokasi pintu masuk _contraflow_ Jalan Tol Dalam Kota.

Titik awal _contraflow_ yang semula terletak di Km 1+700 Cawang akan dipindahkan ke Km. 0+200 Halim, dengan titik akhir _contraflow_ yang masih sama, yaitu di Km 8+100 (Senayan). Uji coba perpindahan akan dilaksanakan dalam 2 (dua) minggu ke depan selama lima hari kerja, yaitu hari Rabu-Jumat, 7-9 Agustus 2019 dan Senin-Selasa, 12-13 Agustus 2019, setiap pukul 06.00 - 10.00 WIB (waktu pelaksanaan berlaku tentatif, sesuai kondisi lalu lintas)

Regional JabotabekJabar Division Head Jasa Marga Reza Febriano menambahkan, dengan adanya perpindahan titik awal _contraflow_ tersebut, maka yang dapat menggunakan jalur _contraflow_ nantinya hanyalah pengguna jalan dari arah Halim saja (Dari arah Jalan Tol Jakarta-Cikampek).

“Ini juga yang menjadi dasar dari dipindahkannya titik awal _contraflow._ Berdasarkan hasil evaluasi, banyak sekali kendaraan yang _crossing_ memaksa masuk di titik awal _contraflow_ sebelumnya, di Km 1+700 Cawang, terutama lalu lintas dari arah Jalan Tol Jagorawi,” jelas Reza.

Reza menggarisbawahi hal ini memicu terjadinya konflik ( _weaving_ ) yang mengakibatkan gangguan lalu lintas dan dapat membahayakan pengguna jalan.

“Kami harap uji coba ini berjalan dengan efektif, sehingga dengan berkurangnya konflik lalu lintas di SS Cawang tersebut dapat memberikan manfaat untuk pengguna jalan, tidak hanya lebih lancar namun juga jauh lebih aman,” ujar Reza.

Untuk memastikan pengguna jalan menerima informasi dengan baik, Jasa Marga Regional JabotabekJabar telah dan akan terus melakukan sosialisasi, diantaranya melalui media sosial, spanduk, dan _Variable Message Sign_ (VMS).

Jasa Marga mohon maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin timbul dalam masa uji coba perpanjangan _contraflow_ Jalan Tol Dalam Kota. Serta mengimbau untuk mengantisipasi dan patuhi rambu serta arahan petugas, terutama menjelang titik awal _contraflow._

Untuk monitor kondisi lalin jalan tol terkini, dapat mengakses kanal informasi resmi milik Jasa Marga, yaitu:
- Call Center Jasa Marga 24 jam di nomor telepon 14080
- Twitter @PTJASAMARGA (khusus informasi lalu lintas) dan @OFFICIAL_JSMR (untuk informasi umum lainnya).
- Instagram @official.jasamarga
- Aplikasi Mobile JMCARe
- Website http://www.jasamarga.com

Demikian Press Release yang disampaikan oleh Irra Susiyanti Corporate Communication Department Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk di Jakarta, Senin (5/8/2019).(Bro-2)

Editor : Lasman Simanjuntak

Tumpang Sari dan Tumpang Gilir Cabai : Satu Lahan Untung Ganda


Jakarta,BeritaRayaOnline,-Jika biasanya satu lahan akan menghasilkan satu jenis komoditas, maka di Kediri - Jawa Timur bisa menghasilkan tiga komoditas sekaligus, yakni jagung, cabai dan kacang tanah. Pola tanam ini disebut tumpang gilir. 
 
 "Sudah menjadi suatu kebiasaan para petani melakukan tumpang gilir karena banyak keuntungan. Daerah lain juga bisa mengikuti pola tanam seperti ini. Usia jagung 75 hari mulai tanam cabai dan 105 hari sudah ada cabai yang panen. Dengan pola tanam ini, mengurangi pestisida karena hama lebih rendah," jelas anggota Kelompok Tani Krayu, Sumarji asal Desa Tambak Rejo, Kecamatan Gurah, Kediri. 
 
 Sementara Blitar, petani melakukan tumpang sari jagung dengan cabai rawit. Jagung berfungsi sebagai naungan sehingga cabai tidak langsung terpapar matahari dan membantu mengatasi dampak kekeringan dan tahan terhadap penyakit. 
 
Selain itu, keuntungan lain yang diperoleh adalah petani dapat memperoleh hasil dari tiga komoditas sekaligus. 
 
 "Jagung masa tanam 75 hari, baru cabai ditanam. Ketika panen, lalu tanam kacang di cabai tahun. Satu hamparan bisa dapat tiga komoditas sekaligus. Jadi petani dapat penghasilan terus tidak berhenti," ujar Ketua Gapoktan Mangun Karso, Purnomo asal Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu, Blitar. 
 
 Para petani ini mengaku dengan pola tanam ini selain pemanfaatan secara maksimal, tanaman cabai relatif lebih terlindungi dari hama. Selain itu petani dapat memanen 2 atau 3 komoditas sekaligus. 
 
Apabila satu komoditas menurun produktivitasnya, tertutupi dengan hasil panen komoditas lainnya.
 
 
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, di sela kunjungan kerja ke Blitar, Sabtu (3/8/2019), menjelaskan pihaknya kini sedang menyusun Grand Design guna memastikan arah Pembangunan Hortikultura 2020-2024 berjalan sesuai target dan tahapan yang jelas.
 
 “Kami ingin pengembangan hortikultura bisa ditata sedemikian rupa agar mampu menjawab tantangan dan peluang mengisi pasar ekspor dunia. Tentunya diperlukan grand design yang lebih progresif untuk mengoptimalkan potensi hortikultura Indonesia. Salah satunya melalui pengembangan kawasan hortikultura berbasis korporasi,”ujar Prihasto. 
 
 Menurut Dirjen Hortikultura yang baru dilantik tanggal 29 Juli lalu itu, rata-rata luas kepemilikan lahan pertanian di Indonesia masih sangat kecil, hanya sekitar 0,3 hektare per kapita sehingga dinilai tidak mencapai skala ekonomi yang layak. 
 
 "Namun jika setiap 0,3 hektare lahan ini dihimpun dan digabung kedalam satu kelompok masyarakat atau model korporasi, akan menjadi luas dan berdampak ekonomi yang signifikan. Itulah industri pertanian berbasis korporasi yang dimaksud oleh Presiden Jokowi," terang pria yang akrab dipanggil Anton tersebut. 
 
Ke depan, lanjutnya, konsep pengembangan kawasan hortikultura akan mengadopsi pola korporasi tersebut. Polanya bukan lagi kecil-kecil seperti yang terjadi saat ini. Apabila di satu kabupaten kondisi lahannya cocok, agroklimatnya sesuai, diberi bantuan satu jenis komoditas buah dengan luasan 500 sampai 1000 hektare tergantung skala ekonominya. Dengan begitu kelak kabupaten tersebut bisa menjadi sentra buah nasional. 
 
 "Kalau terus bertahan kecil-kecil dan tidak mencapai skala ekonomi, akan berat kita menghadapi persaingan pasar global. Konsep kawasan ini, saya yakin mampu melejitkan ekspor hortikultura di masa yang akan datang,” tukas Anton optimis. 
 
 Tentu program ini perlu sinergitas antar Direktorat lingkup Ditjen Hortikultura. Contohnya untuk program pengembangan kawasan manggis berdaya saing, Direktorat Buah menentukan kabupaten mana yang lahan dan agroklimatnya sesuai. Direktorat Perbenihan fokus menyediakan benih unggul bermutu. Direktorat Perlindungan mendukung dari aspek pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman-red), serta Direktorat pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura terus memperluas pemasaran dan ekspornya.(***)
Editor : Lasman Simanjuntak
 







 
 
 
 
 

Menjelang Idul Adha, Kementan Pastikan Kebutuhan Hewan Kurban 2019 Cukup

Subang,BeritaRayaOnline,- Kementan optimis ketersediaan sapi potong dan hewan kurban lainnya jelang hari raya Idul Adha 1440H ini mencukupi. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita saat berkunjung ke Unit Pembibitan Sapi Potong (Breeding Unit) PT. Hade Dinamis Sejahtera di Subang, Jawa Barat, Sabtu (3/8/2019).

Menurut Ketut, berdasarkan data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, pada Idul Adha 2019 ini, proyeksi kebutuhan pemotongan hewan kurban diperkirakan akan mencapai 1.346.712 ekor, terdiri dari 376.487 ekor sapi, 12.958 ekor kerbau, 716.089 ekor kambing, dan 241.178 ekor domba.

"Ini adalah angka estimasi jumlah pemotongan hewan kurban tahun ini (2019). Kita perkirakan ada kenaikan jumlah pemotongan hewan kurban sebesar 10% dari jumlah pemotongan tahun lalu (2018)," ungkap Ketut.

Untuk memastikan ketersediaan dan pemenuhan stok hewan kurban ini, Ditjen PKH telah melakukan koordinasi dengan Dinas yang Membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan seluruh provinsi di Indonesia.

Sapi Asli dan Lokal Indonesia

Saat kunjungan tersebut, Ketut juga menyampaikan bahwa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS total populasi sapi potong, sapi perah, dan kerbau di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 18.120.831 ekor dengan rincian populasi sapi potong sebanyak 16.648.691 ekor, sapi perah 604.467 ekor, dan kerbau 877.673. ekor. Adapun untuk populasi sapi potong dapat dirinci menjadi Sapi Bali sebanyak 32,91%, Onggole 15,15%, Madura 6,79%, Simental 9,08%, Limosin 11,23%, Brahman 4,14%, Brahman Cros 0,36%, Aceh, 6,12%, dan sapi jenis lainnya 14,20%.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan, beragamnya rumpun sapi potong baik asli maupun lokal merupakan potensi basis yang ke depannya harus ditingkatkan daya saingnya. Sapi potong asli indonesia diantaranya tediri dari: Sapi Bali, Aceh, Madura, dan Sapi Pesisir. Sedangkan sapi yang termasuk dalam rumpun lokal, seperti : Sapi Sumba Ongole (SO), Peranakan Ongole (PO), dan rumpun sapi lainnya yang telah beradaptasi dan dikembangkan dengan baik dengan kondisi lokal.

"Keberagaman rumpun sapi potong asli tersebut, menjadi modal dasar bagi Indonesia dalam memproduksi daging sapi untuk kebutuhan masyarakat," uncapnya.

Menurut Ketut, pemerintah telah mengambil kebijakan dalam pegembangan dan perbaikan mutu genetik ternak sapi potong untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha terhadap ternak sapi potong yang memiliki persentase karkas yang tinggi dan produktifitas yang efisien.

Kebijakan pengembangan ternak sapi potong di Indonesia yang dilakukan antara lain adalah dengan pemurnian genetik ternak sapi potong. Kementan memiliki 4 (empat) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) untuk sapi potong, yakni BPTU Indrapuri di Aceh, BPTU Padang Mangatas di Sumatera Barat, BPTU Sembawa di Sumatera Selatan, dan BPTU Sapi Bali di Bali.

"Untuk mendukung perkembangan sapi potong di Indonesia, Kementan juga memiliki 2 Balai Inseminasi Buatan nasional (BBIB Singosari dan BIB Lembang), dan 1 Balai Embrio Transfer (BET Cipelang)" pungkasnya.(***)

Editor : Lasman Simanjuntak

Pembangunan Pertanian Tepat, Produksi dan Kesejahteraan Meningkat

Jakarta, BeritaRayaOnline,- Membaiknya Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan pembangunan sektor pertanian  arahnya tepat dan sasaran kinerjanya  fokus.

Demikian disampaikan Pengamat Sosial Pertanian dari Institut Policy for Agro Reform, Ismu Amir Hatala, menyusul keterangan resmi Badan Pusat Statsistik (BPS) awal Agustus lalu. BPS mencatat NTP pada Juli 2019 secara nasional naik 0,29 persen, yaitu dari 102,33 menjadi 102,63.

“NTP itu kaitannya dengan pendapatan dan kesejahteraan petani”, tambah Ismu.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di 33 provinsi di Indonesia selama Juli 2019, Kenaikan NTP dipicu oleh Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,70 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,41 persen.

"Kenaikan NTP disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Kamis (1/8).

Dia melanjutkan, kenaikan NTP Juni 2019 dipengaruhi oleh kenaikan NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,36 persen, Subsektor Holtikultura sebesar 0,61 persen dan Subsektor Pertenakan sebesar 0,67 persen.

"Sementara itu, NTP di dua subsektor pertanian lainnya mengalami penurunan, yaitu NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat dan TP Subsektor Perikanan, masing-masinhg sebesar 0,40 persen dan 0,32 persen," jelasnya.

Adapun pada Juli 2019, NTP Provinsi Gorontalo mengalami kenaikan tertinggi sebesar 1,90 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan terbesar 0,96 persen dibandingkan NTP provinsi lainnya.

"Pada Juli 2019 terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,55 persen, dengan kenaikan indeks tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Juni 2019 sebesar 112,68 atau naik sebesar 0,60 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya," tutupnya.

Sebagai informasi Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (lb).
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri, menyampaikan, NilaibTukar Petani (NTP), dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) selama ini masih digunakan sebagai indikator kemampuan daya beli petani dan indikator kesejahteraan petani.

Menurut Boga, Kementan akan terus mendukung untuk peningkatkan produksi dan kesejahteraan, serta kebijakan dan program yang berpihak kepada petani demi meningkatkan NTP dan NTUP.
"Kementerian Pertanian memberikan bantuan bagi petani, memberi bantuan mesin pertanian, dan alat pertanian, juga membangun infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan produksi," katanya.(***)

Editor : Lasman Simanjuntak

Kementan Dorong Peningkatan Ekspor serta Konsumsi Protein Hewani Produk Ayam

Bogor, BeritaRayaOnline,-Ketersediaan komoditas ayam dan telur telah dinyatakan surplus, bahkan sudah diekspor ke beberapa negara. Hal itu disampaikan oleh I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Fini Murfiani pada acara Festival Ayam dan Telur (FAT) 2019 di bogor, Minggu (4/8/2019).

Kegiatan tersebut dihadiri Wali Kota Bogor, Aria Bima, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Rektor Institut Pertanian Bogor, Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor, Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia, serta asosiasi-asosiasi perunggasan sepetti, GPMT, GOPAN, GPPUI, PINSAR dan Warga Kota Bogor,

Ketut menyebutkan bahwa berdasarkan data statistik peternakan ada peningkatan tajam pada produksi unggas nasional. Pada awal tahun 1970-an produksi daging ayam ras hanya sebesar 15% dari kebutuhan nasional, sedangkan pada tahun 2018 sesuai dengan data BPS produksinya telah mencapai 3.565.495 ton atau 116,9% dari kebutuhan nasional sebesar 3.047.676 ton, sedangkan untuk produksi telur ayam tahun 2018 sebanyak 1.756.691 ton atau 101,5% dari kebutuhan nasional sebesar 1.730.550 ton.

Kondisi surplus produksi ini sangat potensial untuk dilakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan untuk pasar domestik maupun ekspor. Pada saat ini tercatat produk ayam Indonesia telah di ekspor ke Jepang, Timor Leste, dan Myanmar.

Ketut juga mengungkapkan bahwa pengolahan hasil peternakan, khususnya olahan daging ayam dan telur sangat mudah ditemui dimana saja. Produk olahan hasil peternakan perlu diproses dengan tata cara yang baik (good practices), dari mulai penanganan bahan baku hingga pemasaran. Pemerintah dan pemerintah daerah terus menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pasok pangan secara terpadu.

Penerapan system jaminan mutu produk diterapkan dari mulai hulu hingga hilir, dari Good Breeding Practices (GBP), Good Farming Practices (GFP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Handling Practices (GHP), hingga Good Distribution Practices (GDP) untuk menjamin suplai pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) yang bernilai tambah dan berdaya saing.

 Ketut juga menambahkan bahwa untuk penjaminan produk ASUH, produk olahan hasil peternakan harus memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Nomor Kontrol Veteriner dari Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, dan ijin edar MD dari Badan POM, dengan kepemilikan sertifikat-sertifikat tersebut, produk dapat dipasarkan lebih luas dan lebih berdaya saing.

Peningkatan Konsumsi Protein Hewani

Menurut Ketut, kebutuhan nutrisi pangan terutama protein hewani sangatlah penting untuk diperhatikan. Protein hewani mengandung asam amino tak tergantikan yang berfungsi sebagai zat pembangun dan mempengaruhi metabolisme tubuh.

Kelebihan kandungan protein hewani adalah asam amino yang dikandungnya lengkap dengan daya serap dalam tubuh yang tinggi. Pangan hewani merupakan sumber berbagai zat gizi mikro yang penting bagi tumbuh, terutama untuk balita dan anak-anak, seperti zat besi, vitamin B12, dan zinc. Protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah telur dan daging ayam.

Ketut falam sambutannya menjelaskan bahwa sesuai data BPS, tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia tahun 2018 untuk daging ayam dan telur lebih tinggi bila dibandingkan konsumsi daging sapi, tingkat konsumsi daging ayam broiler tahun 2018 sebesar 11,5 kg/kapita/tahun, telur ayam 6,53 kg/kapita/tahun (125 butir/kapita/tahun), sedangkan konsumsi daging sapi hanya 2,5 kg/kapita/tahun, dan konsumsi susu 16,43 kg/kapita/tahun.

Tingginya tingkat konsumsi tersebut antara lain karena daging ayam dan telur tersedia banyak (surplus), mudah didapat, mudah diolah dan harganya terjangkau. Namun demikian, tingkat konsumsi tersebut masih jauh lebih rendah dari negara tetangga seperti Malaysia.(***)

Editor : Lasman Simanjuntak