Minggu, 26 Agustus 2018

Kementan Tindak Tegas Penangkar dan Pengedar Benih Bawang Putih Palsu

Jakarta,BeritaRayaOnline,-Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura menegaskan akan menindak tegas benih bawang putih palsu, yang meresahkan masyarakat. Hal ini ditekankan agar target swasembada bawang putih 2021 tetap dilakukan dengan menjaga dan melindungi kualitas produksi dalam negeri.

Ketegasan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran No 807/RC.210/D/08/2018 yang meminta seluruh dinas pertanian sentra bawang putih untuk mewaspadai peredaran benih palsu. Dalam surat tertanggal 24 Agustus 2018 itu tertuang bahwa jika ditemukan indikasi benih palsu agar segera berkonsultasi ke Direktorat Jenderal Hortikultura c.q. Direktorat Perbenihan Hortikultura atau Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih di wilayah masing-masing.

Direktur Jenderal Hortikultura Suwandi menenggarai bahwa sejumlah pihak mulai memanfaatkan situasi terkait tingginya permintaan akan benih bawang putih. Menurut catatan, beberapa Dinas Pertanian di Sulawesi bahkan sudah minta kepada penyedia barang untuk mengganti benih yang diduga palsu. Beberapa dinas juga berani memutus kontrak pengadaan benih yg dipastikan palsu.

"Kebutuhan benih yang tinggi saat ini, ternyata memicu pihak-pihak tertentu memanfatkan situasi dengan memalsukan benih," kata Suwandi.

Menurut Suwandi, titik kritis utama pengembangan bawang putih adalah penggunaan benih lokal yang sudah terdaftar atau benih impor yg sudah direkomendasikan Kementan. Modusnya antara lain dengan memalsukan label Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), atau menjual bawang putih konsumsi sebagai benih, serta mengoplos benih dengan bawang putih konsumsi.

"Ada juga yang labelnya bener tapi isinya dalam karung ternyata palsu atau oplosan. Motifnya tak lain meraup untung besar dari selisih harga bawang putih untuk benih dan konsumsi,” ucap Suwandi.

Suwandi menekankan secara awam mungkin agak sulit dibedakan, tapi petugas Kementan di pusat hingga daerah sudah bisa mengidentifikasi keaslian benih tersebut. Jika terbukti, secara internal Kementan memastikan akan black list penangkar dan pengedar benih palsu tersebut. Lebih lanjut akan dikirim dan laporkan pada pihak berwajib untuk ditindak tegas pelakunya.

"Pak Mentan sudah menginstruksikan khusus kepada Inspektorat Jenderal dan Ditjen Hortikultura, bila ditemukan pemalsuan di lapangan untuk tidak segan segan diberantas karena modus tersebut jelas-jelas akan menyengsarakan petani", ujar Suwandi. "Petani akan dirugikan karena nantinya benih palsu yang ditanam ternyata tidak berumbi,” sambungnya.

Tito Cantoko, penangkar benih bawang putih Parakan Temanggung mengaku prihatin dengan indikasi maraknya peredaran benih bawang putih palsu. Kebetulan kalau petani di Temanggung sudah pinter-pinter yaitu bisa bedakan mana benih yang bagus dan yang jelek. Dan juga mana yang asli mana yang palsu atau dioplos, sebagian besar sudah paham. “Tapi mungkin di daerah lain tidak semua ngerti. Petani yang paling menderita kalau sampai menanam benih yang tidak benar," ujar Tito.

Ditjen Hortikultura juga terus bergerak dalam pengawalan dan pendampingan intensif di sentra utama dan penyangga bawang putih nasional yang tersebar di 78 Kabupaten Kota seluruh Indonesia.

Kementan tetap yakin bahwa target swasembada bawang putih bisa tercapai sesuai target. Pemerintah sudah memberlakukan aturan wajib tanam dan produksi bagi importir, minimal 5% dari total volume impor yang diajukan. Sejumlah lokasi sudah berhasil mengimplementasikan aturan tersebut seperti di Bayuwangi dan beberapa daerah lain.

Komitmen anggaran juga sudah dibuat oleh pemerintah dengan mengelontorkan melalui APBN 2018 untuk penanaman bawang putih seluas sekitar 6.000 hektar. Tahun ini, luas lahan sebesar 7.400 hektar ditargetkan bisa ditanam oleh importir. Meski tidak butuh lahan besar untuk swasembada bawang putih, kriteria wilayah cukup penting untuk menjadi perhatian antara lain lahan berlokasi di ketinggian diatas 800 mdpl, serta kering dan berpasir.

(Biro Humas dan Informasi Publik
Kementerian Pertanian)

Editor : Lasman Simanjuntak

Senin, 20 Agustus 2018

Kementan Tagih Komitmen Pelunasan Wajib Tanam Bawang Putih


Semarang ,BeritaRayaOnline,-Kementerian Pertanian (Kementan) kini tengah gencar melakukan penanaman bawang putih di dalam negeri untuk mengejar target swasembada tahun 2021.  Menjelang batas akhir penyelesaian wajib tanam bagi importir penerima RIPH bawang putih tahun 2017, Kementan terus menagih janji para importir untuk menanam bawang putih di dalam negeri dan menghasilkan 5% dari total pengajuan rekomendasi impornya.

“Batas waktu penyelesaian wajib tanam dari RIPH 2017 adalah hingga 31 Desember 2018”, ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi saat memimpin Rakor Wajib Tanam Bawang Putih di Semarang, Senin malam (20/8). Rakor mengundang 81 importir penerima Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) tahun 2017, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian dari sentra produksi bawang puih.

Suwandi mengungkapkan total kewajiban tanam para pemegang RIPH bawang putih taun 2017 mencapai 8.335 ha. Diperkirakan akan mencapai puncaknya pada musim tanam bulan Oktober – Desember 2018 ini.

“Khusus pemegang RIPH 2017 kami dorong segera melunasi kewajiban tanamnya sebelum 31 Desember 2018. Saat ini benih lokal atau impor asal Taiwan cukup tersedia, jadi tidak ada alasan untuk tidak menanam,” ungkap dia.

“Kalau sengaja mangkir dari kewajibannya, sudah ada sanksi yang mengatur. Kami tidak akan terbitkan rekomendasi impor di tahun berikutnya yang berdampak tidak terbitnya persetujuan impor,” pintanya.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto menambahkan rakor ini digelar mengingat batas waktu penyelesaian wajib tanam yang semakin sempit. Pendampingan dan konseling ini penting dan bermanfaat bagi importir agar mereka tidak menemui kesulitan nantinya.

"Kurun waktu 2 hingga 3 tahun ke depan, para importir bawang putih diharapkan bisa menjadi pengusaha bawang putih lokal yang bermitra dengan petani,” ujar dia.

Prihasto mengaku saat ini telah dibangun sistem untuk memastikan kebenaran tanam melalui pemetaan digital berbasis android. “harapannya agar tidak ada manipulasi dan tumpang tindih lahan,” ucapnya.

Sukoco, salah seorang peserta yang mewakili importir bawang putih menyatakan kesiapan perusahaannya untuk menepati dan melunasi kewajiban tanam bawang putih sampai akhir tahun ini. Dia mengakui memang masih punya hutang 200 hektar lebih atas penerbitan RIPH tahun 2017 lalu.

“Kami berkomitmen menyelesaikan tanam pada bulan Oktober-Desember nanti di Sembalun, Tegal, Majelengka dan Garut,” janjinya.

“Sengaja kami pilih bulan-bulan tersebut karena menyesuaikan dengan pola tanam di lokasi”, ungkap Sukoco. “Jadi bukan karena kami mau mengulur-ulur waktu tidak segera tanam,” imbuhnya.

Perlu diketahui rakor ini dihadiri lebih dari 80 perwakilan dari importir, 24 dinas pertanian kabupaten, dan  4 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta dan NTB hadir pada pertemuan tersebut. Para importir diberikan pendampingan dan konsultasi  terkait percepatan realisasi wajib tanam bawang putih.(**)

(Biro Humas dan Informasi Publik
Kementerian Pertanian)

Editor : Lasman Simanjuntak

Jateng Jadi Penyangga Terbesar Bawang Merah dan Cabao Nasional

Jateng,BeritaRayaOnline,-Bawang merah dan cabai merupakan komoditas sayuran yang mutlak dibutuhkan setiap hari untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri seperti hotel, restaurant, dan katering (Horeka). Hampir semua masakan Indonesia menggunakan bumbu bawang merah dan cabai di dalamnya.

Sesuai Arahan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman  untuk mencukupi kebutuhan komoditas cabai dan bawang merah dalam negeri, maka harus dipastikan ketersediannya selalu memadai sepanjang tahun sehingga manajemen tanam menjadi salah satu kebijakan mendasar yang perlu diterapkan mengingat komoditas bawang merah dan aneka cabai merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi yang tidak dapat disubstitusi dengan komoditas lain.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dan kemandirian pangan, termasuk di dalamnya untuk komoditas bawang merah dan aneka cabai, sektor-sektor strategis perlu digerakkan. Di Provinsi Jawa Tengah, sektor pertanian menjadi tumpuan hajat hidup sebagian besar penduduknya.

Tak dapat dipungkiri lagi, sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian Jawa Tengah. Peran strategis tersebut tergambar dalam kontribusi nyata melalui penyediaan bahan pangan hortikultura khususnya aneka cabai dan bawang merah.

Akan hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura menggelar pertemuan koordinasi wajib tanam pelaku usaha hortikultura di Semarang, Senin (20/8/2018). Hadir Dirjen Hortikultura, Suwandi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Yuni Astuti, dan para pelaku usaha.

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Yuni Astuti, Jawa Tengah mempunyai potensi lahan untuk pengembangan bawang merah dan aneka cabai. Jawa Tengah merupakan produsen bawang merah terbesar di Indonesia. Produksi bawang merah di Jawa Tengah tahun 2017 sebesar 476.337 ton atau memberikan kontribusi 32% terhadap produksi nasional bawang merah.

“Adapun produksi cabai besar sebesar 195.570 ton dan cabai rawit 148.139 ton. Produksi ini memberikan kontribusi terhadap produksi nasional cabai besar 16% dan cabai rawit 13%,” demikian dikatakan Yuni Astuti di Semarang, Senin (20/8/2018).

Untuk cabai besar, dikatakan Yuni, produksi Jawa Tengah adalah yang terbesar kedua setelah Jawa Barat, sedangkan produksi cabai rawit Jawa Tengah adalah yang terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan NTB. Dengan tingginya potensi pengembangan bawang merah dan aneka cabai ini, perlu dukungan pemerintah berupa teknologi budidaya agar produksi dan produktivitasnya semakin meningkat.

“Lokasi sentra pengembangan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah berada di Kabupaten Brebes, Demak, Pati, Kendal, Tegal, Grobogan, dan Temanggung. Adapun lokasi sentra pengembangan cabai besar berada di Kabupaten Temanggung, Magelang, Banjarnegara, dan Brebes, sedangkan lokasi sentra pengembangan cabai rawit di Kabupaten Boyolali, Temanggung, Magelang, dan Brebes,” sebutnya.

Lebih lanjut Yuni mengungkapkan untuk ketersediaan bawang merah, produksi Jawa Tengah sudah mampu mencukupi kebutuhan lokal. Bawang merah dan aneka cabai dari Jawa Tengah juga dipasarkan untuk memasok Pasar Induk Kramat Jati. Bahkan pada beberapa tahun ini, bawang merah dari Jawa Tengah juga sudah diekspor, diantaranya ke Thailand dan Singapura.

“Hal ini menjadi bukti bahwa bawang merah Jawa Tengah mampu menjadi penyangga nasional, bahkan diekspor untuk kebutuhan internasional,” ungkap dia.

Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi menerangkan dalam rangka mendukung pengembangan bawang merah dan aneka cabai di Provinsi Jawa Tengah, Kementan melalui Direktorat Jenderal Hortikultura memberikan bantuan dukungan APBN Tahun Anggaran 2018 sebesar 1.080 ha untuk bawang merah atau senilai Rp 43,2 miliar, dan 2.280 ha untuk aneka cabai atau senilai Rp 68,4 miliar.

“Kementan memberikan dukungan berupa bantuan benih dan sarana produksi. Untuk teknologi budidaya, diantaranya kami merekomendasikan penggunaan sungkup plastik atau rain shelter sebagai antisipasi penanaman bawang merah dan aneka cabai pada saat musim hujan,” terang dia.

Menurut Suwandi, dengan penanaman yang dapat dilakukan sepanjang tahun, ketersediaan bawang merah dan cabai diharapkan aman sehingga harga stabil sepanjang tahun. Per tanggal 19 Agustus 2018, terpantau harga bawang merah di Jawa Tengah di tingkat petani stabil sebesar Rp 10 hingga Rp 15 ribu per kg.

“Begitu pun harga komoditas lainya stabil yakni harga cabai rawit merah Rp 14 sampai Rp 19 ribu dan cabai merah keriting Rp 14 sampai Rp 17 ribu,” tandasnya.(**)

Editor : Lasman Simanjuntak

Blockchain untuk Ekspor Durian dan Kesejahteraan Petani


Bali,BeritaRayaOnline, – Indonesia terus berkembang di kancah internasional, bukti terbaru yaitu penandatanganan MOU antara The Funding Partner International yang diwakilkan oleh Jim Edwards selaku CEO, dengan The Funding Partner Indonesia yang diwakilkan oleh Joni Eko Saputro selaku CEO. Kegiatan yang dilaksanakan di Bali tersebut untuk membahas teknologi terbaru yang diberi nama blockchain.

Blockchain adalah sistem terdesentralisasi yang memungkinkan hadirnya efisiensi, sehingga meminimalisir kesalahan serta sistem operasional lebih cepat, lebih mudah, dan lebih murah.

Struktur data pada sistem blockchain tidak dapat diubah, hanya bisa ditambahkan. Setiap data dari blockchain saling terhubung, artinya jika ada perubahan di salah satu block data, maka akan berpengaruh terhadap data berikutnya.

Salah satu kelebihan sistem blockchain adalah dapat melakukan penelusuran pada setiap komoditas yang dikembangkannya, sehingga setiap konsumen dapat mengetahui setiap perlakuan para petani dari mulai tanam hingga panen.

Selain itu blockchain diharapkan mampu meningkatkan keamanan konsumen dan mengarahkan pada laba bersih yang lebih kuat karena dapat mengurangi panjangnya rantai pasok serta menghindari kehadiran para tengkulak.

“Ini adalah kerja sama untuk membangun jaringan sistem di mana terpadu mulai dari hulu sampai ke hilirnya. Kami mulai bekerja mulai dari petani, pengusaha hingga ke konsumen. Bagaimana bercocok tanam dengan sistem yag terkontrol dengan edukasi modern. Misalnya dengan durian yang panen sekarang ini  bisa terus berkelanjutan tanpa mengenal musim," pungkas Joni Eko Saputro selaku CEO The Funding Partner Indonesia

The Funding Partner (TFP) sebagai pengembang sistem blockchain merupakan perusahaan ekuitas swasta global terdepan yang didirikan di Utah, Amerika Serikat pada Tahun 2007. TFP mengelola berbagai kegiatan manajemen aset pertanian meliputi kemitraan pertanian, akuisisi lahan, dan akuisisi perusahaan agroteknologi, menetapkan tolak ukur industri pertanian dan lain sebagainya.

Salah satu proyek utama penerapan blockchain ini adalah pengembangan durian di tanah seluas 60 hektar yang berlokasi di Jatiluwih, Tabanan-Bali. Proyek berikutnya adalah pengembangan kebun durian seluas 1000 hektar di Sentul, Bogor-Jawa Barat. Selain untuk diekspor, kebun durian ini juga dikembangkan untuk menunjang industri pariwisata khususnya agrowisata.

Sesuai arahan Mentan, Andi Amran Sulaiman untuk mendorong ekspor dan kesejahteraan petani, maka Ditjen Hortikultura mengembangkan berbagai kawasan buah-buahan, seperti jeruk, mangga, pisang, nanas, salak, durian dan lainnya. Untuk kawasan durian dikembangkan komoditas lokal, seperti durian bawor, durian pelangi, durian matahari, durian petruk, durian jatra, durian srombut, dan lainnya dengan pembinaan mutu sehingga bisa berdaya saing dan ekspor.

“Kami kembangkan di Bali karena di Bali ada UNESCO. Sangat menarik apalagi Indonesia ini terkenal di luar negeri dengan Balinya. UNESCO buat kami menjadi satu yang luar biasa karena itu menjadi pusat perhatian dunia. Kami memulai di Jati Luwih karena di sana ada juga UNESCO tapi kami mencoca mengedukasi mulai dari pertanian padi, kopi yang sudah ada di sana," Joni.

Penandatanganan MoU diharapkan mampu mewujudkan peningkatan kualitas pertanian sehingga mewujudkan petani yang maju, sejahtera dan berdaya saing. Hal ini juga semakin menunjukkan bahwa Indonesia mampu membuktikan dirinya sebagai salah satu negara yang mempunyai kualitas pangan terbaik di dunia.(**)

Editor : Lasman Simanjuntak

Minggu, 19 Agustus 2018

Badan Hukum Pers Hanya Untuk Satu Media?

Badan Hukum Pers Hanya Untuk Satu Media ?

Dewan Pers saat verifikasi faktual mengharuskan satu badan hukum hanya untuk satu perusahaan pers. Hal ini pernah juga didiskusikan oleh Pokja Dewan Pers, bahkan badan hukumnya mau dirampingkan pula hanya perseroan terbatas (PT).

Saya yang hadir mewakili dalam diskusi itu, menolak penerapan hanya PT yang boleh dijadikan badan hukum pers. Badan hukum yang sekarang sudah benar dan sesuai perundangan, yaitu PT, koperasi dan yayasan.

Menghilangkan yayasan apalagi koperasi sebagai badan hukum pers bukan hanya bertentangan dengan UU tetapi juga UUD 1945.  Apalagi kalau yang dihilangkan itu koperasi, sebagai soko guru perekonomian rakyat.

Alhamdulillah wacana untuk merampingkan badan hukum hanya PT tidak terdengar lagi. Mudah mudahan, Ratna Komala sebagai Ketua Pokja yang menangani ini sudah paham dengan berbagai masukan.

Saya katakan kalau mau bicara badan hukum pers yang harus dipahami adalah Pasal 1 angka 1 pada UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Di sanalah definisi Pers Indonesia berawal, Pers adalah Lembaga Sosial .....

Jadi jangan melihat Pasal 3 tentang fungsi pers. Selain fungsi informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, pada ayat selanjutnya dikatakan pers DAPAT menjadi lembaga ekonomi.

Kata DAPAT sengaja saya tebalkan karena tidak wajib. Jadi, jangan paksakan pers harus menjadi lembaga ekonomi karena pers sesungguhnya adalah lembaga sosial sebagaimana Pasal 1 angka 1.

Tidak Harus Satu Perusahaan Satu Media

Saya adalah orang yang memiliki pendapat berbeda dengan tim verifikasi faktual Dewan Pers, ketika mereka mendatangi Harian Pos Kota. Saya tetap berpegang pada UU Pers yang tidak melarang satu badan hukum untuk lebih dari satu perusahaan pers.

Pasal mana yang dijadikan landasan satu badan hukum hanya satu media ? Pasal 1 angka 2 ? Kalau ini yang dijadikan landasan maka telah terjadi salah pemahaman.

Pasal 1 angka 2 itu mengatur badan hukum pers harus khusus dalam artian tidak bercampur dengan bidang usaha lain. Jadi tidak diatur satu badan hukum untuk satu media.

Berbeda dengan badan hukum lembaga penyiarab terestrial, mereka memang satu badan hukum satu perusahaan. Hal ini terkait dengan penggunaan izin frekuensi. Tetapi badan hukum penyiaran streaming tidak mewajibkan seperti ini.

Temukan Dewan Pers bahwa ada satu perusahaan pers digunakan untuk belasan, bahkan puluhan, mungkin ribuan perusahaan pers tidak bisa dijadikan landasan. Begitu juga pemisahan badan hukum Kompas Cetak dan Kompas Online, karena itu strategi perusahaan.

Pemisahan badan hukum saya sampaikan kepada tim verifikasi faktual adalah biaya tinggi. Sementara kehidupan pers sekarang dalam perjuangan hidup. Alasan itulah sampai saat ini Pos Kota hanya memiliki satu badan hukum untuk cetak dan online.

Memecah badan hukum dengan kewajiban setiap media harus memiliki struktur dan ada ombudsman serta penasihat hukum sendiri bukan hal murah. Sementara pendapatan perusahaan pers pada umumnya terus turun.

Status ini saya buat karena ada pertanyaan dari Kalimantan Tengah tentang satu badan hukum tetapi dua media, cetak dan online. Apakah dengan satu badan hukum bila terjadi sengketa pemberitaan mendapat perlindungan ?

Sepanjang Pelatihan Ahli Pers Dewan Pers yang jadi panduan ahli pers adalah :
1. Apakah media yang berseketa memenuhi
A. Pasal 1 angka 2
B. Pasal 9 ayat (2)
C. Pasal 12
2. Apakah wartawannya melaksanakan Pasal 7 ayat (2) memiliki dan mentaati KEJ.

Kalau hal itu terpenuhi maka sengketa pemberitaannya adalah sengketa pers yang harus diselesaikan dengan UU Pers. Bentuk penyelesaiannya :

1. Hak Jawab sebagaimana perintah Pasal 5 ayat (2)
2. Hak Koreksi sebagaimana perintah Pasal 5 ayat (3)
3. Mediasi di Dewan Pers
4. Pidana Pers terhadap pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (2) dipidana denda maksimal Rp 500 juta

Jadi mau satu badan hukum lebih dari satu media sepanjang memenuhi hal di atas dapat perlindungan hukum.

Jakarta, 18 Agustus 2018

Salam Tetap Merdeka

Kamsul Hasan

(*/facebook Kamsul Hasan-Minggu 19/8/2018)

Jumat, 03 Agustus 2018

Pdt.L.Pakpahan Jelaskan Tentang Ayat "Unik"

Jakarta,BeritaRayaOnline,-Banyak hal yang perlu dibicarakan sehubungan dengan ayat unik ini (Matius 7:6) yang tampak terpisah dari pembicaraan di ayat-ayat sebelumnya dan bahkan dari ayat-ayat setelahnya.

Namun saya terbatas untuk membahasnya di sini. Namun, secara garis besar saya boleh sampaikan sejumlah hal.

Perlu diingat bahwa Injil Matius memperkenalkan Yesus Kristus sebagai Pengkhotbah/Pengajar Kerajaan Surga. Misi yang diemban oleh Yesus dan yang kemudian dipercayakan-Nya kepada para pengikut-Nya (para murid, tapi tidak hanya terbatas kepada 12 murid) adalah Memproklamasikan Kerajaan Allah itu kepada semua orang. Non-Yahudi termasuk. Sifat dari pekabaran itu adalah urgen/mendesak.

Dengan alur pemikiran seperti ini dalam benak maka kita boleh membuka pengertian ayat ini bahwa baik "barang yang kudus" dan "mutiara" merujuk kepada hal yang sama, yaitu: Injil Kerajaan Surga itu atau pengajaran Yesus Kristus mengenai Kerajaan Surga itu.

Jadi, dengan menggunakan sebuah ilustrasi yang cukup "kasar" dan "pedas," Yesus tampaknya sedang mengatakan bahwa Injil Kerajaan Surga memang harus dikabarkan kepada semua orang.

Namun ada kondisi yang ditemukan di lapangan bahwa tidak semua orang mau menerima pekabaran itu.

Para pekabar, Yesus menasihati mereka, diminta untuk menjadi bijak supaya tidak menyampaikan pekabaran berharga, mulia, dan kudus itu kepada mereka yang memang jelas-jelas tidak akan menerima dan memahaminya.

Dua mahluk yang dipandang rendah pada masa itu, termasuk sampai di zaman sekarang saya kira, adalah anjing-anjing dan babi-babi (ditulis dalam bentuk jamak dan bukan tunggal).

Keduanya secara alamiah tidak akan memahami hal kudus dan mutiara, secara harfiah. Demikian pula orang yang tidak mau menerima dan jelas-jelas tidak mau mengerti akan melakukan hal yang sama terhadap Kabar Injil Kerajaan Surga tersebut.(Pdt.Leroy Pakpahan)