Minggu, 21 Oktober 2018

Meikarta, Arena Memperkuat Hegemoni China di Indonesia

Jakarta,BeritaRayaOnline,-
Kota Meikarta Cikarang bakal menjadi buffer city sebelum timur Jakarta, mengundang pro dan kontra karena disinyalir akan menjadi tempat penampungan migrasi warga China di Indonesia
Nusantara.news, Jakarta – Masih ingat dengan peringatan keras Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tentang bahaya perang asimetris (proxy war) yang mengancam Indonesia.

Perang tanpa bentuk ini digambarkan dengan berbondong-bondongnya negara luar datang untuk menguasai Indonesia mengincar kekayaan sumber daya alam (SDA). Salah satu kekayaan SDA itu adalah lahan yang luas untuk pembangunan properti.

Paling TNI mengingatkan dalam proxy war tidak bisa dilihat siapa lawan dan kawan, tetapi perang tersebut dikendalikan oleh negara lain. Salah satu out-put perang tanpa bentuk itu adalah kasus lepasnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam tataran global saat ini ada dua negara yang sedang menginternasionalisasi hegemoninya, yakni Amerika dan China. Dalam banyak kasus, kedua negara yang kini menjadi adidaya ini bertempur dalam damai baik dalam bentuk pertahanan, keamanan, teknologi, informasi, ekonomi, sampai pada nilai tukar.

Sejak naiknya Presiden Donald Trump, nampaknya hegemoni AS semakin redup. Pada saat yang sama hegemoni China mulai bersinar, setidaknya secara ekonomi, China sudah melewati kedigdayaan negeri Paman Sam.

Perang asimetrik yang berusaha saling menghegemonik tersebut hadir di tanah air. Di mana Amerika dan China saling berebut pengaruh terhadap Indonesia. Mulai hadirnya Presiden China Xi Jinping, diikuti kedatangan Wakil Presiden AS Mike Pence. Selanjutnya diikuti kunjungan Presiden Jokowi dan utusannya Luhut Binsar Pandjaitan ke China, bak gayung bersambut mengecek kekuatan dua negara hegemonik tersebut.

Pada awalnya Presiden Jokowi sangat condong ke China, sehingga dari US$500 miliar proyek infrastruktur yang digagasnya dalam lima tahun, hampir 75% dikuasai China. Jokowi bahkan seperti kawin mati dengan Xi Jinping. Salah satu mega proyek fenomenal adalah reklamasi pantai utara Jakarta.

Dikabarkan, di proyek Giant Sea Wall itu, akan dikombinasikan dengan reklamasi yang dapat menjadi arena dibangunnya 8.000 tower, di mana tiap-tiap towernya dikhabarkan akan diisi warga keturunan China, sehingga total penduduk baru peralihan dari China mencapai 80 juta orang.

Tentu saja warga China itu sudah dikonversi jati dirinya menjadi warga negara Indonesia (WNI) lewat program konversi warga negara yang sudah dirancang Direktorat Jenderal Imigrasi dalam satu aplikasi. Warga China tinggal mengisi formulir, lalu klik enter, jadilah dia WNI.

Dengan biaya proyek reklamasi sekitar Rp500 triliun, cita-cita China nyaris terealisasi. Dikatakan nyaris, karena belakangan cita-cita itu pupus saat Basuki Tjahaja Purnama gagal menjadi Gubernur DKI Jakarta pada April 2017 lalu.

Satu per satu para sponsor China pun mundur, bahkan dikabarkan mereka mundur teratur sepekan sebelum pengumuman kekalahan Ahok dari Anies Baswedan.

Alternatif Meikarta

Dalam pengecekan terakhir, sepertinya China tak hanya mundur dari proyek reklamasi pantai utara Jakarta, tapi juga mundur dari hampir seluruh proyek infrastruktur yang ditawarkan Jokowi.

Hanya saja, satu proyek yang masih disisakan China untuk dirampungkan, yakni proyek kereta semi cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km yang nilainya mencapai US$5,5 miliar. Kabarnya China Development Bank (CDB) bersedia meminjamkan dana US$4,5 miliar, sedangkan sisanya ditanggung konsorsium BUMN.

Tapi dalam mempertegas hegemoninya, fokus China bukan pada pembangunan kereta Jakarta-Bandung, melainkan memastikan proyek Meikarta seluas 2.200 hektare di Cikarang. Proyek ini di-arrange oleh Lippo Group dengan biaya hingga Rp278 triliun.

Dari mana pembiayaan sebesar itu? Kabarnya uangnya sudah ada dan Lippo Group tidak ada beban mengumpulkan dana, melainkan tinggal merealisasikannya saja. Makanya Lippo Group sedang gencar membangun kota yang diambil dari nama ibunda James Riady, yakni Mei.

CEO Lippo Group, James Riady menyatakan dalam pembangunan Kota Meikarta ini melibatkan banyak mitra bisnis. Langkah ini sebagai strategi pendanaan Lippo dalam merealisasikan pembangunan yang direncanakan. Menurutnya, 35% porsi pendanaan berasal dari kas Lippo, sedangkan sisanya dari kerja sama dengan mitra bisnis baik dalam maupun luar negeri.

Pendanaan itu bersifat demokratis. Artinya pendanaan ini dari begitu banyak partner masuk, ada Jepang, Korea, Taiwan dan banyak lagi, plus pendanaan dari setiap pembeli yang mempercayakan kepada Lippo.

Meski tidak merinci siapa saja mitra tersebut, hal ini kata dia telah dibuktikan dengan akan dibangunnya apartemen bernuansa Jepang yang dibangun oleh Toyota dan Mitsubishi di kawasan ini. Hal ini tidak lepas dari lokasi Meikarta yang dekat dengan pabrik dan kawasan industri kedua produsen kendaraan bermotor asal Jepang tersebut.

Proyek Meikarta bersifat multiple partnership. Partner-partner itu ikut mendanai. Ada 120 perusahaan yang bermitra dengan Lippo, 30-40 kontraktor, 20-30 partner dari luar negeri seperti Mitsubishi, Toyota. Mitsubishi bangun 1.000 unit, tapi desainnya khusus lebih ke Jepang. Toyota juga.

Adapun 250.000 unit apartemen yang saat ini tengah dibangun ditargetkan bakal diselesaikan pada akhir 2018 mendatang sehingga bisa segera ditempati.

Meski tak menyebut siapa membiayai berapa, kabarnya uang kas Rp278 triliun sudah di tangan. Tugas Lippo adalah memastikan pembangunan berjalan lancar, meski pun perizinan belum diurus sehingga mengundang protes Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah.

Hegemoni China

Pertanyaan mendasar lainnya, untuk apa Lippo meng-arrange pembangunan kota sebesar dan semewah itu? Kebutuhan mendesak apa yang melatarbelakanginya?

Banyak teori yang bisa menjelaskan, salah satunya adalah teori demografi. Dengan penduduk 1,4 miliar, harusnya China ditopang pertumbuhan ekonomi minimal 10%. Tapi hari ini pertumbuhan China hanya 6,9%, artinya terjadi over populasi. Jika kelebihan populasi ini dibiarkan, maka akan terjadi rebutan makanan, rebutan energi, rebutan politik dan pada akhirnya bisa perang saudara.

Makanya sejak 2010, pemerintah China dibantu para konglomerat yang tergabung dalam Chinese Overseas mencoba mencarikan solusi dengan melakukan migrasi penduduk China ke manca negara, termasuk ke Indonesia. Untuk apa?

Ekonom dan juga aktivis Sri Bintang Pamungkas menilai ada semacam kolonisasi China di Indonesia. Sebutan nama lain dari penjajahan, hegemoni dan lebih sarkastis aneksasi halus.

James Riady melalui Lippo Group, kata Bintang, memiliki kepentingan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung agar bisa menjual Kota Meikarta senilai Rp278 Triliun. Tanah sawah Rp100 ribu dijual menjadi Rp12,5 juta per meter per segi. Menggelembung 125 kali lipat.

Bintang menyebut kota Meikarta nantinya diisi oleh warga China dengan dwi kewarganegaraan, di mana seseorang bisa jadi WNI dan China sekaligus e-KTP yang dilakukan secara online, dan KTP seumur hidup adalah alat agar kolonisasi China di Indonesia berjalan mulus.

“Bukan tidak mungkin orang China di Indonesia jumlahnya sudah 10% hingga 20%. China dengan 1,4 miliar penduduk perlu tanah yang luas,” ungkap Bintang.

Sinyalemen Bintang tersebut hingga kini tak ada yang membantah, malah Polri yang menjawab argumentasi Bintang dengan menangkapnya beberapa waktu lalu, untuk kemudian akhirnya dibebaskan.

Karena itu, mestinya Panglima TNI sudah harus menyiapkan skenario pengamanan jika terjadi penolakan, atau bahkan kerusuhan, melihat fenomena ketidakadilan terhadap warga China di kemudian hari. Bahkan bila perlu TNI sudah menyiapkan skenario pengambil alihan kewenangan demi menjaga NKRI dari upaya penguasaan lahan yang massif dan berlebihan seperti Meikarta.

TNI harus menjadi pioner dalam memastikan setiap jengkal tanah di Indonesia aman dan bebas dari penjajahan ekonomi maupun perang proxy. Harus terbebas dari hegemoni siapapun, termasuk China.[]

https://nusantara.news/meikarta-arena-memperkuat-hegemoni-china-di-indonesia/

(/**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar