Senin, 05 September 2022

Persekongkolan Hasrat Dunia Kuasa , Oleh Slamet Hendro Kusumo

PERSEKONGKOLAN
HASRAT DUNIA KUASA
Oleh: Slamet Hendro Kusumo

Kisah Negeri Antah Berantah
Persekongkolan ialah dua orang atau lebih yang punya tendensi untuk membuat suatu tujuan. Bisa tujuan baik maupun tujuan buruk. Dalam pengertian luas, bahwa persengkokolan bisa terjadi di semua lini di bidang apapun. 

Fokus dalam catatan ini, adalah ingin mengulik persekongkolan jahat yang dapat merugikan diri sendiri, maupun orang lain. Yang dimaksud merugikan diri sendiri dalam proses persekongkolan, karena itikadnya jahat. 

Maka buahnya adalah saling tidak mempercayai, curiga dan tidak ada kesetiaan tujuan. Inilah akar utama kekerasan. 

Dampak kekerasan yang dibalut ketidaksetiaan membuat kondisi tidak aman dan tidak nyaman. 

Resistensi ini sangat tinggi, sebab kecurigaan akan selalu menjadi ancaman, kecurigaan adanya agenda tersembunyi masing-masing pihak cukuplah tinggi. 
Pontoh, Mudhoffir (2020), kerja sama anta relit, memberikan tekanan untuk membuat kartel, serta memandang kompetisi politik bersifat nyata, dalam arti fisial.

Persekongkolan, bukanlah bentuk organisasi, akan tetapi sebuah mekanisme dalam merencanakan agenda terselubung. Ada permainan politik antar pemainnya, oleh karenanya bahwa manusia memiliki karakter zuon politicon, kata Aristoteles.

 Di arus globalisasi persekongkolan, sudah dileginitasi serta menjadi pendangkalan makna, atau dihabiskan, menjadi koloni, kolaborasi, strategi kecerdasan dan sejumlah slogan lain untuk menghaluskan tindakan jahat yang menisbikan moral. 

Tujuannya adalah untuk membagi wilayah, seperti dikatakan oleh Kenici Ohmay dengan empat “i”, yaitu individu, informasi, investasi dan industri. 

Kelas Politik

Menjadi menarik sekali jika fenomena persekongkolan ini di bawa ke wilayah politik. Di mana seperti diketahui, kuasa politik khusunya dalam kuasa pemerintahan. Ada partai, birokrasi dan ada aparat hukum.

Dalam partai beberapa proses dalam penjaringan di tubuh partai, untuk menentukan siapa yang akan ditunjuk menjadi kontestan untuk mewakili rakyat, soal nomor urut, soal siapa yang dipilih sudah menjadi sangat rumit dan berebut.

Bahkan untuk menjadi kontestan saja diperlukan berbagai cara dari tekanan, track record, kelayakan pendidikan dan sejumlah kelayakan lain. 

Hal ini sudah menjadi persoalan yang saling menghantam untuk menggugurkan satu dengan yang lainnya, sering kali dilakukan tindakan-tindakan yang tidak fair. 

Hasilnya keputusan-keputusan yang diambil selalu dicurigai adanya persekongkolan. Kejadian ini sulit dibuktikan, tersembunyi penuh intrik dan ada juga psiko hierarki. Sesungguhnya tidak ada partai satupun yang tidak memiliki visi dan misi baik, bahkan sangat baik. 

Namun kenyataanya apa ada manusia partai yang setia kepada komitmen dan tujuan luhur partainya? Sungguh sulit dibuktikan, jika komitmen, tidak mungkin sejumlah orang yang ada di partai, termasuk individu. Yang berbuat kesalahan dan terlibat korupsi serta menjadi penghuni lapas. 

Jika sudah begini, orang Jawa bilang kualat, sedangkan sikap partai lebih memilih aman aman saja, pecat oknum tersebut habis perkara. Katanya itu urusan pribadi. Walaupun patut diduga, ini sulit dibuktikan, terjadinya korupsi tersebut menurut pengalamaan koruptornya, ada iuran wajib juga setor di partainya, dengan meminta berbagai proyek di birokrasi pemerintahan.

Berbagai upaya jika tudingan tersebut di alamatkan ke partai. Celakanya tidak pernah satupun partai di evaluasi baik oleh anggotanya maupun masyarakat untuk diminta pertanggungjawaban. Dengan dalih penyelamatan diri partai ditentukan oleh aturan-aturan demokrasi yang juga dibuat oleh partai-partai tersebut untuk bersembunyi dari serangan masyarakatnya. Yang memprihatinkan, kuasa partai juga ikut menentukan berbagai macam status sosial, jabatan di birokrasi, badan usaha negara dan badan usaha daerah. 

Para person tersebut justru ada warna dan pengaruh dari partai tertentu, sebagai asas rekomendasinya. Hal ini juga terjadi di lembaga pendidikan, hal ini sudah menjadi rahasia umum. Mulai dari permainan politik, permainan dukun untuk mencapai tujuan dari individu yang memiliki libido politik anarkis. 

Dalam pitutur Jawa, jangan adigang, adigung, adiguna yaitu kebanggaan yang berlebihan akan membuat seseorang bersifat sombong, menyalahgunakan kekuasaan, menyalahgunakan kepandaian hanya untuk memuaskan nafsu, tidak menghargai orang lain serta merugikan orang lain pula.

Investor Politik 

Kejadian ini menjadi semakin abstrak, ketika terjadi persekongkolan dengan investor (kapitalisasi). Dalam situasi partai yang lama, masih terlihat lebih mandiri atau tepatnya semi mandiri. 

Dalam persekongkolan kapital, hanya sebagaian yang menguasai eksistensi partai. Tapi sekarang kapital juga membeli partai, membuat partai, memasang pemilik kapital sebagai pimpinan-pimpinan untuk berkuasa.

Semua itu bertujuan untuk mempertajam kehendak kapitalisasi yang tidak humanis. Inilah bentuk dan wujud perang kapital wadak partai atau dengan kata lain dari partai yang ideal (klasik) di huni oleh murni orang-orang politik bergeser menjadi partai politik yang berfokus kepada materialistik, yaitu partai yang hanya menghitung untung rugi. 

Pergerakan demokrasi, dengan kuasa uang bukan ideologi kenegaraan yang berwawasan kebangsaan dan holistik. Numena tersebut ujungnya terjadi pabrik-pabrik atau industri kapitalisasi murni yang hanya menguntungkan korporasi dan borjuasi. 

Budaya Borjuasi

Makna kebudayaan telah mengalami pergeseran dari akar klasiknya yaitu cipta, rasa dan karsa. Di mana nilai-nilai lama sangat sarat berbasis kesalehan sosial, toleransi yang didasarkan oleh kekuatan rasa, keindahan rasa. Hari ini makna kebudayaan bergantung pada indikatornya, yaitu pergerakan masal, adanya kontinyunitas perilaku, ada konvensi dan gaya hidup. 

Oleh karenanya kebudayaan tidak lagi mempertontonkan keluhuran budi dan keteladanan. Namun juga menampakkan manipulasi-manipulasi sebagai sandaran logikanya. 
Aja Gumedhe: yakni selalu pamer kelebihan, merendahkan orang lain, merasa seolah-olah benar sendiri, orang lain jelek serta merendahkannya. Sehingga dengan sikap yang tidak baik tersebut, akhirnya dihindari dalam pergaulan sosial. 

Intinya semua tujuan dan segala macam kepentingan, bisa diselesaikan dengan uang. Jika ukuran persekongkolan melalui uang semata maka resistensi hubungan dan kepercayaan tidak lagi menjadi ikatan hubungan yang sehat. 

Oleh karenanya selalu tidak ada saling percaya. Dampak yang ditimbulkan menjadi kondisi yang tidak menentu, rentan konflik. Situasi pergerakan kebudayaan temporeris ini akan sulit negara bangsa menjadi stabil.

 Sebab kaum borjuis akan mempermainkan dengan segala caranya, karena tidak ada kendali dari negara sehingga dengan mudah penentuan harga kebutuhan pokok, kelangkahan elpiji, penimbunan BBM akan mudah dipermainkan. 

Sementara negara sudah dikapitalisasi, artinya negara hanya bertindak selaku distributor dan tidak punya kuasa untuk melaksanakan ideologi bangsa negara secara tepat baik dan benar. 

Pertempuran-pertempuran klasik antar kartel, mafia yang menimbulkan kerusakan dan tidak mematuhi sistem negara bangsa serta ideologi dipermainkan, dibuat lelucon, karena kondisi chaos ini memunculkan peluang-peluang kuasa baru kaum borjuis. 

Akibatnya dari permainan persekongkolan tersebut, membuktikan bahwa negara tidak hadir untuk menciptakan kesejahteraan serta menghilangkan spirit nasionalisasi. Oleh sebab itu ketika negara melepaskan ideologi, lambat laut bukan tidak mungkin menjadi bagian dari persekongkolan serta meninggalkan rakyatnya. 

Tancep kayon, Bumiaji, 27 Agustus 2022
-----------------------------------------------------------------
Biodata Penulis  : Slamet Hendro Kusumo (henkus) lahir di Batu, 5 Mei 1959 adalah seorang pekerja seni lukis/rupa di Batu. Menyelesaikan pendidikan program doktor (S3) Sosiologi di Universitas Muhammadiyah Malang tahun (2021). 

Aktif mengadakan pameran seni rupa diberbagai kota di Indonesia dan dibeberapa Negara. Sejak 1979 s.d 2022 kini mengelola Omah Budaya Slamet (OBS), yang didirikan tahun 2002. Bergerak dalam kegiatan dan pemikiran kebudayaan, dll.

 Sebagai narasumber di bidang filsafat, sosiologi, politik dan kebudayaan antata lain di Universitas Muhammdiyah Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Negeri, Universitas Kanjuruhan, Pamong Kebudayaan Jawa Timur, sejumlah UKM diberbagai perguruan tinggi, komunitas-komunitas independen di berbagai wilayah Indonesia, sejumlah perguruan tinggi Amerika saat berkunjung di OBS, sejumlah parta politik dan beberapa dinas pemkot Batu.

Penghargaan antara lain pembuatan Buku Pesona Kota Batu tahun 1988 oleh Bupati Abdul Hamid, sebagai Panwascam Batu 1999 oleh Ketua Pengadilan Negeri Malang, terpilih 5 Besar Prabiennale Bali Jawa Timur 2004, Penghargaan DPRD Kota Batu sebagai penggagas, pemikir dan penggerak dalam peningkatan status Kotatif Batu tahun 2009 dan 2014, salah satu (milestone artist) Biennale Jatim 6 tahun 2015, Encompass Awards tahun 2016 (dari Encompass Indonesia), penghargaan “Kreator Bidang Seni Rupa” tingkat Jawa Timur tahun 2016 oleh Gubernur Jawa Timur, Tourism Awards dari Walikota Batu sebagai Budayawan tahun 2021.(***)

Editor  : Pulo Lasman Simanjuntak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar